Yogyakarta, 22 Agustus 2023 – Departemen Keilmuan IKMASA memprakarsai sebuah forum diskusi seputar bahasa, sastra, dan budaya Arab. Forum ini diberi nama “Raudhah Kitabah” yang memiliki arti taman karya, karena forum ini menjadi wadah atau tempat bagi mahasiswa Sastra Arab untuk membahas karya dan berkarya. Pemantik forum ini yaitu Zaky Shofiyurrahman, mahasiswa Sastra Arab 2022. Latar belakang pemantik dalam mengambil tema ini adalah keingintahuan ia sejak SMA tentang “Apa yang terjadi saat bangsa Arab menemukan monumen-monumen Mesir kuno; dan bagaimana mereka menjelaskan monumen-monumen tersebut”
Yang pertama, dari segi pendekatan sejarah. Bangsa Arab sendiri sangat menghargai studi sejarah. Mereka memiliki perasaan bahwa umat manusia mempunyai asal yang sama.
“Tuhan menjadikan dalam diri kita kebutuhan akan pengetahuan tentang sejarah para pendahulu kita, sebagaimana kebutuhan para pendahulu kita akan sejarah para pendahulu mereka, dan sebagaimana kebutuhan orang-orang yang akan datang setelah kita untuk sejarah kita” Al-Jahiz (wafat 771 M) Al-Haywan 1: 42
Akan tetapi, seringkali umat Muslim dianggap bertekad untuk menghancurkan monumen budaya pra-Islam (berhala). Namun pada kenyataannya, umat muslim justru menyadari nilai dari monumen tersebut untuk mempelajari masa lalu. Selain itu, para penguasa Muslim merawat monumen-monumen tersebut karena dianggap memiliki manfaat, seperti:
- Monumen adalah bukti sejarah yang berguna untuk kronologi;
- Mereka memberikan bukti bukti untuk Kitab Suci;
- Mereka adalah pengingat akan ketahanan dan takdir;
- Mereka menunjukkan keadaan dan sejarah nenekmoyang, kekayaan ilmu mereka, dan kejeniusan pemikiran mereka.
Berikut penjelasan dari perbedaan antara bangsa Arab dengan bangsa Barat mengenai Egyptologi nya, :
Bangsa Arab | Bangsa Barat |
Menganggap bahwa ajaran Mesir Kuno adalah sumber inspirasi dari ilmu pengetahuan | Menganggap bahwa ajaran Mesir kuno sudah tidak relevan |
Fokus pada pencarian ilmu pengetahuan kuno, terutama mengenai alkemi (ilmu-ilmu protosains yang menggabungkan unsur-unsur kimia, fisika, astrologi, seni, semiotika, metalurgi, kedokteran, mistisisme, dan agama.) | Berfokus pada studi filologi dan mengumpulkan barang antik untuk menjadi dasar studi sejarah |
Untuk memahami sejarah manusia secara global | Untuk memvalidasi teks-teks agama, seperti Bible |
Yang kedua, kontak dengan Mesir. Mesir telah menjalin hubungan dengan negara tetangganya semenjak zaman pra-sejarah. Catatan sejarah menyebutkan bahwa orang-orang asing dengan berbagai ras dan kelas menetap di Mesir, termasuk di dalamnya bangsa Arab. Jauh sebelum masa Islam, bangsa Arab telah bermigrasi ke Afrika Utara, dan hal ini terus berlanjut bahkan setelah datangnya Islam. Selain itu, disebutkan bahwa kebudayaan Mesir Kuno mempengaruhi kehidupan bangsa Arab. Seperti penggunaan nama-nama Pharaonic, partisipasi bangsa Arab dalam pelayanan di kuil Mesir Kuno dan pemerintahan, dan penemuan ukiran-ukiran Mesir Kuno di Jazirah Arab.
Kemudian yang ketiga adalah pengaruh Qur’an dan Hadits. Dorongan muslim Arab untuk mempelajari sejarah Mesir Kuno berasal dari keyakinan agama, terkhusus karena Al-Qur’an. Mereka mempercayai bahwa umat manusia memiliki asal-usul yang sama, dan adanya keberagaman di dunia ini untuk mengenal satu sama lain. Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga memuji Mesir dalam hadits-haditsnya. Beliau menyebutkan bahwa bangsa Arab memiliki hubungan dengan Mesir melalui Hajar, ibu dari Nabi Ismail AS. yang dianggap sebagai ayah dari bangsa Arab.
Yang keempat, dari segi penaklukan Mesir. Penaklukan Mesir terjadi masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ketika 4000 pasukan Islam sampai di Babylon, benteng Romawi di Old Cairo yang berlanjut ke beberapa pertempuran dan negosiasi yang berakhir dengan pengambilalihan Mesir pada tahun 20H / 641M. Masyarakat asli Mesir tidak terlibat dalam pertempuran ini, maka dari itu mereka tidak dianggap sebagai musuh. Bahkan disebutkan bahwa penaklukan Mesir ini tidak mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat asli Mesir, baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan.
Yang kelima adalah pengaruh dari penamaan Koptik. Para penulis Arab Muslim saat itu menggunakan kata qibt / qypt (Koptik) untuk menunjukkan pribumi Mesir, baik dalam konteks Mesir Kuno maupun di masa mereka. Nama ini sudah dituliskan di dalam Talmud, jauh sebelum penaklukan Mesir oleh Muslim. Dan nama ini terus digunakan untuk menyebut masyarakat Mesir pada umumnya, tanpa membedakan agamanya. Seperti pada masa dinasti Mamluk, banyak orang Muslim yang disebut sebagai orang Koptik.
Selanjutnya yang keenam adalah penamaan Mesir. Nama yang digunakan dalam literatur Arab untuk menyebut Mesir adalah kata “Misr”, yang berarti negara, pusat perkotaan, dan perbatasan dalam bahasa Arab, yang kemungkinan merupakan turunan dari bahasa Mesir Kuno “mdr” yang berarti perbatasan yang dilindungi atau yang diberi tembok. Namun, ada pula beberapa versi untuk penyebutan Mesir, seperti “Maqdunia” dan “Jizla”.
Lalu, sumber pembelajaran pemantik dalam pembahasan ini adalah:
- Pengamatan langsung dan cerita rakyat;
- Cendekiawan Mesir;
- Sumber-sumber klasik;
- Israiliyyat (Judaica);
- Sumber-sumber Arab.
Penulis: Shafira Nafidzatur Rahmah