Kamis, 18 Oktober 2018, hingga Sabtu, 20 Oktober 2018, Prodi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan program pengabdian kepada masyarakat sebagai salah satu bentuk tri darma perguruan tinggi. Kali ini, program pengabdian dilaksanakan di dusun Klampok, Giripurwo, Purwosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Kegiatan berupa pelatihan bahasa arab peribadatan bagi masyarakat muslim yang ada di dusun tersebut.
Kegiatan ini dipusatkaan di Masjid Baiturahiim yang terletak di dusun Klampok. Selain dosen-dosen Prodi Sastra Arab, pengabdian kepada masyarakat kali ini juga melibatkan para mahasiswa di dalam pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan gara para mahasiswa yang terlibat memiliki kesempatan belajar mengaplikasikan ilmu yang telah mereka pelajari selama ini. Secara khusus, para mahasiswa ini ditugasi menjadi tutor pendamping peserta pelatihan saat pemberian materi. Selain itu, mereka juga terlibat di dalam penyusunan modul materi pengabdian.
Pemilihan lokasi dan bentuk kegiatan program pengabdian kepada masyarakat ini didasarkan pada hasil survei sebelum acara dilaksanakan. Dari hasil survei tersebut, diketahui bahwa dusun Klampok merupakan dusun yang berpenduduk mayoritas muslim. Dari total 469 keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 1543 orang, 98%-nya adalah muslim. Akan tetapi, dari total penduduk itu, hanya sedikit saja yang menguasai kemampuan untuk menggunakan bahasa Arab dalam peribadatan mereka, terutama ibadah-ibadah yang menggunakan pengeras suara seperti khutbah Jum’at, bacaan imam shalat, serta adzan.
Mengingat kenyataan tersebut, maka tim pengabdian kepada masyarakat Prodi Sastra Arab UGM kemudian berinisiatif mengadakan pelatihan bahasa arab peribadatan khusus untuk adzan, khutbah Jum’at dan bacaan shalat bagi imam. Hal ini mengingat bentuk-bentuk ibadah semacam itu tentu akan didengar oleh orang banyak, sehingga tentu akan sangat elok—dan memang sudah seharusnya—jika pengucapan bahasa Arab yang dilakukan sesuai dengan kaidahnya; dengan baik dan benar serta dengan suara dan irama nada yang pas.
Saat pelaksaan kegiatan, acara dimulai dengan ramah tamah dan pertemuan antara tim pengabdian dengan para tokoh masyarakat serta perangkat desa setempat. Hadir dalam ramah tamah tersebut kepala desa, sekdes, kesra, kadus, serta ketua takmir Masjid Baiturahiim dan beberapa perwakilan masyarakat dusun Klampok. Pertemuan berlangsung mulai pukul 16.00 hingga 17.00 WIB. Selanjutnya, setelah shalat Maghrib berjamaah, acara secara resmi dimulai dengan diawali oleh ceramah umum yang disampaikan oleh Dr. Moh. Masruhi, M.Hum. Ia menjelaskan materi tentang hubungan antara bahasa Arab dan peribadatan yang dilakukan oleh masyarakat. Ia juga berpesan agar kendala yang ada berupa tidak adanya pembelajaran bahasa Arab peribadatan secara tertulis jangan sampai menjadi alasan untuk enggan memperbaiki diri saat ada kegiatan pelatihan. Selain itu, ia juga menekankan agar saat pelaksanaan pelatihan yang berlangsung singkat itu dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.
Setelah ceramah umum itu, pelatihan secara intensif kemudian dilakukan hingga dua hari ke depan. Para peserta dibagi ke dalam empat kelompok besar, yakni kelompok muadzin, imam, khatib dan jamaah biasa. Kelompok muadzin dilatih secara intensif untuk mengumandangkan adzan. Materi yang diberikan berupa pelatihan pelafalan huruf Arab di dalam adzan, latihan pernapasan agar saat mengumandangkan adzan tidak terpotong di tengah atau berakhir karena napas yang habis, teknik menggunakan mic saat nada tinggi maupun rendah serta pengenalan irama dasar adzan.
Adapun kelompok khatib dan imam dilatih secara intensif untuk dapat melaksanakan khutbah dan mengimami shalat dengan baik dan benar. Materi yang diberikan pada tim ini berupa cara membaca pembukaan khutbah, memilih ayat sesuai tema, memilih doa di akhir khutbah serta pelatihan membaca Surat al-Fatihah. Sedangkan, kelompok yang terdiri dari masyarakat umum dilatih untuk dapat menghafal dan melafalkan bacaan shalat dan doa sehari-hari secara baik dan benar. Selama pelatihan, tim pengabdian menginap di rumah penduduk setempat dan berbaur dengan mereka. Diharapkan, dengan adanya pelatihan ini, bacaan bahasa Arab di dalam peribadatan masyarakat setempat yang dulu hanya didapatkan secara lisan turun-temurun, dari generasi ke generasi, dapat menjadi lebih baik dan sesuai dengan kaidah bahasa Arab, sehingga kekeliruan bacaan dapat dihindari. []